Selasa, 21 Oktober 2008

Superioritas Pendidikan Perancis

Pekerja Perancis adalah pekerja yang santai. Di kantor mereka tidak terlihat bekerja dengan tegang seperti orang Asia. Mereka bekerja hanya 35 jam seminggu. Bangsa Perancis juga senang sekali melakukan mogok masal dan banyak sekali liburan dan cuti di Perancis. Tapi, kenapa Perancis bisa menjadi salah satu negara industri paling produktif di dunia ?




Juga negara pengekspor ke-lima terbesar di dunia ?





Menurut saya jawabannya adalah dalam bekerja mereka sangat produktif, efisien dan kreatif (pengalaman saya pribadi, HANYA DI PERUSAHAAN SWASTA, di Government dan civil servant mereka sangat lamban dan malas). Rekan-rekan Perancis saya biasanya memiliki dasar yang sangat kuat di matematika, fisika dan logika/filosofi, juga computer programming.

Mengapa mereka bisa produktif dan jago di bidang eksakta ?

Jawabannya adalah karena sistem pendidikan Perancis yang memang superior.

Di Perancis, anak-anak memulai sekolah sangat awal, biasanya pada usia 2-3 tahun. Sekolah wajib sampai usia 16 tahun (sekolah di Perancis nyaris gratis dari SD hingga universitas). Namun, sekolah di Perancis amatlah berat. Anak-anak Perancis menghabiskan waktu di sekolah lebih banyak daripada anak-anak Eropa lain. Guru-guru di Perancis sangat otoriter dan tidak segan-segan untuk mempermalukan anak-anak yang bodoh dan malas belajar di depan kelas. Sistem pendidikan Perancis menekankan pada penghukuman pada anak yang malas belajar dan bukan pengembangan kepribadian (makanya orang Perancis kayak gitu..). Setiap saat, dari sekolah dasar sampai Universitas, guru dan profesor menyebutkan nilai dan ranking setiap anak keras-keras. Ranking setiap siswa ditulis besar-besar di ijasah dari SD hingga Universitas. Sistem ujian Perancis ditekankan pada soal-soal konseptual berupa essai dan juga oral exam tanpa pilihan ganda.

Penulis melihat sendiri soal-soal matematika dan fisika di buku teks SMU Perancis sangat sulit karena menekankan pemahaman konseptual, bukan sekedar ketelitian dan ketrampilan menghitung. Contoh, di SMU Indonesia kita disuruh untuk mengalikan matrix 4 x 4 sampai 6 x 6 ! (suatu pekerjaan yang hanya membutuhkan ketelitian dan ketrampilan menghitung) di SMU Perancis mereka disuruh membuat suatu algoritma yang paling efisien untuk mengalikan matrix n x n.

Penilaian di Perancis sangat sulit, siswa mendapat skor 0 (terendah) - 20 (tertinggi). Mendapat skor diatas 14 sangat sulit. Siswa-siswa yang mendapat nilai 9-11 (ekuivalen dengan C) di Perancis bisa dengan mudah mendapat nilai A di Amerika Serikat atau UK. Batas nilai adalah 9 (50 persen).

Jika rata-rata dibawah 50 % maka otomatis siswa akan drop out/tinggal kelas (dan professor Perancis tega-tega saja melakukan itu, ingat bahwa mereka orang Perancis, mempersulit hidup orang lain adalah salah satu tujuan hidup mereka).

Pendidikan matematika dan ilmu alam di Perancis sangat berat. Siswa diajarkan konsep dasar matematika, logika dan filosofi secara mendalam dan sedini mungkin. Jika siswa tidak pandai dalam matematika, dipastikan dia tidak akan bisa bertahan dalam sistem pendidikan Perancis dan kemungkinan tidak akan lulus "Baccalauereat".

Ujian akhir SMU atau "Baccalauréat" or "Bac" adalah sangat penting karena memberikan mereka akses ke universitas tanpa seleksi lanjutan. Bac adalah ujian yang sangat berat tanpa pilihan berganda, hanya essai dan ujian Oral. Waktu ujian adalah dua hingga empat hari. 30% dari siswa yang menempuh Bac gagal.

Untuk memberikan gambaran sukarnya pendidikan di Perancis, berikut contoh soal latihan ujian untuk Bac matematika :






Ini adalah ujian bagi anak SMU yang mau masuk sekolah persiapan masuk Grande Ecole :

Matematika :



Fisika :



Anda-anda yang bangga bisa lulus UMPTN dan tembus ke ITB dan UI silakan coba mengerjakan soal diatas, (oh saya dengar suara anda minta pilihan ganda seperti di UMPTN, sayangnya NGGAK ADA PILIHAN GANDA BOS!! )

Sistem pendidikan Perancis membedakan University dan "Grand Ecoles". Grand Ecole adalah Sekolah-sekolah tinggi terspesialisasi yang sangat bergengsi. Antara lain Ecole Polytechnique, Ecole Normale Supérieure, Ecole Nationale d'Administration, Hautes Etudes Commerciales (HEC), Ecole des Mines, Ecole Centrale, Institut d'Etudes Politiques dsb

Grande Ecole sangat sangat kompetitif, kurikulumnya sangat berat dan lulusnya juga sangat sulit. Lulusannya dipastikan menjadi manajer dan pemimpin pemerintahan di Perancis(mungkin seperti masuk Universitas negeri di Indonesia seperti UI, ITB, IPB, UGM,ITS,Unpad dengan Sipenmaru/UMPTN pada zaman dahulu).

Untuk masuk Grande Ecole, siswa-siswa terbaik Perancis mempersiapkan diri di Sekolah persiapan, dimana untuk masuk sekolah persiapan pun mereka harus melewati ujian yang sangat berat. Di sekolah persiapan, mereka mempersiapkan diri dengan mempelajari ilmu-ilmu dasar(matematika, fisika, ekonomi, filosofi, dsb) selama dua hingga tiga tahun. Sekolah persiapan sangat berat, dimana mereka secara konstan mendapatkan pekerjaan rumah yang sangat banyak dan ujian-ujian tiap minggu.

Setelah siap, mereka mengikuti ujian grand ecole yang sangat sulit dan kurang dari 10% bisa diterima di Grand Ecole sesuai ranking mereka.


Di Grand Ecole, mereka belajar keras dari jam 8 pagi hingga jam 8 malam selama 2-3 tahun, dengan banyak pekerjaan rumah dan ujian-ujian. Mereka lulus dengan gelar Diplome d'Ingenieur (setaraf dengan master atau Bac+5 yang artinya 5-7 tahun setelah lulus SMU seperti halnya Jerman yang pendidikannya model diplom juga).

Universitas di Perancis juga sebenarnya tidak kalah beratnya dari Grand Ecole dimana siswa-siswa diberi 8-9 mata kuliah dalam satu semester dengan banyak sekali tugas dan ujian-ujian namun karena Universitas di Perancis menerima mahasiswa-mahasiswa yang tidak terseleksi dengan baik seperti di Grand Ecole, tingkat Drop Out di Universitas sangat tinggi.

Riset di Universitas Perancis sangat advanced di ilmu-ilmu dasar seperti Matematika, Kimia, Ekonomi dan Fisika juga ilmu terapan seperti applied physics dan engineering, terutama teknik Elektro dan Informatika.

Negara yang dikenal sebagai kiblat mode ini adalah salah satu negara teratas dalam meraih penghargaan scientific bergengsi. 9 dari 44 Fields Medal diraih oleh Perancis. 2 dari 8 Abel prize diraih oleh Perancis.

Bangsa Perancis juga peringkat 4 dalam jumlah peraih Nobel :
1.USA 309
2.UK 114
3.Jerman 101
4.Perancis 57
6.Swedia 28
7.Swiss 25
8.Russia 22
9.Italy 20
10.Austria 19
11.Belanda 18
12.Kanada 17
13.Jepang 16

Dalam 5 besar jumlah publikasi ilmiah, Perancis peringkat 4.

1. Amerika (799)
2. UK (465)
3. Jerman (408)
4. Perancis (376)
5. Jepang (372)

Sistem pendidikan universitas di Perancis menggunakan LMD (License,Maitrise ,Doctorat) yang ekuivalen dengan Bachelor (3 tahun), master (2 tahun) dan doktor (3-5 tahun).

Untuk meraih posisi white collar, pemuda-pemudi Perancis wajib untuk menyelesaikan study 5 tahun setelah SMU (dimana di negara lain seperti US dan Indonesia setaraf dengan Master).

Mereka yang hanya menyelesaikan pendidikan 3 atau 4 tahun setelah SMU (istilahnya Bac+3atau Bac+4) hanya dapat meraih posisi blue collar atau teknisi.

Jadi menyandang gelar master di Perancis adalah hal yang sangat biasa karena hampir setiap pegawai white collar memiliki pendidikan 5 tahun setelah SMU (Bac+5) setaraf master.


Lagipula biaya pendidikan master/diploma Ingenieur di Perancis sangat murah hingga hampir setiap warganegara Perancis yang paling miskin-pun bisa sekolah sampai master. Sebagai gambaran biaya Master untuk setahun kira-kira 300 euro (4 jutaan rupiah).

Gaji antara posisi white collar dan blue collar sangat berbeda, hanya karena perbedaan setahun masa study (4 tahun vs 5 tahun).

Diploma d'Ingenieur dari Ecole d'Ingenieur biasanya dianggap lebih bergengsi dari master dari Universitas.

Tingginya taraf pendidikan dan beratnya sekolah di Perancis memberi kontribusi dalam sikap bangsa Perancis yang rata-rata kritis, ilmiah, suka berdebat, sok tahu, suka mempersulit orang lain, agak sombong dan meremehkan bangsa lain.

View Adhiguna Mahendra,Ph.D's profile on LinkedIn

Rabu, 01 Oktober 2008

Berkunjung ke pameran Virtual Reality terbesar di Eropa

Dalam suatu kesempatan, saya beruntung mendapat tugas kantor untuk hadir di acara tahunan yang sangat terkenal bagi yang berkecimpung di dunia computer graphics, computer vision dan computer games yaitu Laval Virtual 2008



Perancis adalah salah satu negara yang sangat maju dalam bidang computer graphics, computer vision, Virtual Reality dan Augmented Reality. Tiap tahun di negara ini diselenggarakan eksibisi dalam bidang Virtual Reality dan Augmented reality yang tempatnya di Laval, Perancis.

Peserta dalam eksibisi ini datang dari berbagai negara di dunia, mulai dari US sampai Jepang. Eksibisi yang ditampilkan adalah produk-produk terbaru dan hasil riset mutakhir dari berbagai lembaga riset dan Universitas di dunia dalam bidang Virtual Reality dan Augmented reality.

Selain itu, dalam eksibisi ini, turut dipresentasikan juga berbagai paper ilmiah yang membahas penemuan/algoritma terbaru.


Ini adalah kota Laval yang indah, dengan sungai yang membelah kota.







Bis ini ditempeli dengan advertisement Laval Virtual.




Ini adalah gedung tempat eksibisi diselenggarakan, terlihat bendera negara-negara yang mengirimkan delegasinya, kapan ya Indonesia ?







Simulator mobil yang isinya adalah jalan-jalan di Paris, data aktual dari google map. Kita bisa merasakan bagaimana menyetir di Paris.



Simulator sepeda ini baik sekali untuk kesehatan, anda bermain game sebagai seorang pebalap sepeda sekaligus berolahraga.





Sistem virtual reality untuk dokter gigi.



Table Top technology ini sudah dikembangkan oleh Microsoft, tapi Perancis juga sudah bisa bikin dengan harga jauh lebih murah. Sebuah perusahaan Spin Off yang dimulai dari riset di Universitas Bordeaux (Immersion SAS )bisa membuat system augmented reality advanced dengan harga murah.




Sistem Virtual reality untuk desain produk




CAVE system untuk immersive Virtual Reality









Antycip, perusahaan ini mengkhususkan diri dalam membuat VR untuk kendaraan apa saja di environment apa saja.


















View Adhiguna Mahendra,Ph.D's profile on LinkedIn